Jumat, 24 Januari 2014

Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi Bagi Umat Islam

1. Pendapat yang Mengharamkan

Mereka yang mengharamkan perayaan malam tahun baru masehi, berhujjah dengan beberapa argumen.
a. Perayaan Malam Tahun Baru Adalah Ibadah Orang Kafir
Bahwa perayaan malam tahun baru pada hakikatnya adalah ritual peribadatan para pemeluk agama bangsa-bangsa di Eropa, baik yang Nasrani atau pun agama lainnya.
Sejak masuknya ajaran agama Nasrani ke eropa, beragam budaya paganis (keberhalaan) masuk ke dalam ajaran itu. Salah satunya adalah perayaan malam tahun baru. Bahkan menjadi satu kesatuan dengan perayaan Natal yang dipercaya secara salah oleh bangsa Eropa sebagai hari lahir nabi Isa.
Walhasil, perayaan malam tahun baru masehi itu adalah perayaan hari besar agama kafir. Maka hukumnya haram dilakukan oleh umat Islam.

b. Perayaan Malam Tahun Baru Menyerupai Orang Kafir
Meski barangkali ada yang berpendapat bahwa perayaan malam tahun tergantung niatnya, namun paling tidak seorang muslim yang merayakan datangnya malam tahun baru itu sudah menyerupai ibadah orang kafir. Dan sekedar menyerupai itu pun sudah haram hukumnya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Siapa yang menyerupai pekerjaan suatu kaum (agama tertentu), maka dia termasuk bagian dari mereka.”

c. Perayaan Malam Tahun Baru Penuh Maksiat
Sulit dipungkiri bahwa kebanyakan orang-orang merayakan malam tahun baru dengan minum khamar, berzina, tertawa dan hura-hura. Bahkan bergadang semalam suntuk menghabiskan waktu dengan sia-sia. Padahal Allah SWT telah menjadikan malam untuk berisitrahat, bukan untuk melek sepanjang malam, kecuali bila ada anjuran untuk shalat malam.
Maka mengharamkan perayaan malam tahun baru buat umat Islam adalah upaya untuk mencegah dan melindungi umat Islam dari pengaruh buruk yang lazim dikerjakan para ahli maksiat.

d. Perayaan Malam Tahun Baru Adalah Bid’ah
Syariat Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW adalah syariat yang lengkap dan sudah tuntas. Tidak ada lagi yang tertinggal.
Sedangkan fenomena sebagian umat Islam yang mengadakan perayaan malam tahun baru masehi di masjid-masijd dengan melakukan shalat malam berjamaah, tanpa alasan lain kecuali karena datangnya malam tahun baru, adalah sebuah perbuatan bid’ah yang tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah SAW, para shahabat dan salafus shalih.
Maka hukumnya bid’ah bila khusus untuk even malam tahun baru digelar ibadah ritual tertentu, seperti qiyamullail, doa bersama, istighatsah, renungan malam, tafakkur alam, atau ibadah mahdhah lainnya. Karena tidak ada landasan syar’inya.

2. Pendapat yang Menghalalkan

  Pendapat yang menghalalkan berangkat dari argumentasi bahwa perayaan malam tahun baru masehi tidak selalu terkait dengan ritual agama tertentu. Semua tergantung niatnya. Kalau diniatkan untuk beribadah atau ikut-ikutan orang kafir, maka hukumnya haram. Tetapi tidak diniatkan mengikuti ritual orang kafir, maka tidak ada larangannya.

  Mereka mengambil perbandingan dengan liburnya umat Islam di hari natal. Kenyataannya setiap ada tanggal merah di kalender karena natal, tahun baru, kenaikan Isa, paskah dan sejenisnya, umat Islam pun ikut-ikutan libur kerja dan sekolah. Bahkan bank-bank syariah, sekolah Islam, pesantren, departemen Agama RI dan institusi-institusi keIslaman lainnya juga ikut libur. Apakah liburnya umat Islam karena hari-hari besar kristen itu termasuk ikut merayakan hari besar mereka?
Umumnya kita akan menjawab bahwa hal itu tergantung niatnya. Kalau kita niatkan untuk merayakan, maka hukumnya haram. Tapi kalau tidak diniatkan merayakan, maka hukumnya boleh-boleh saja.

  Demikian juga dengan ikutan perayaan malam tahun baru, kalau diniatkan ibadah dan ikut-ikutan tradisi bangsa kafir, maka hukumnya haram. Tapi bila tanpa niat yang demikian, tidak mengapa hukumnya.

  Adapun kebiasaan orang-orang merayakan malam tahun baru dengan minum khamar, zina dan serangkaian maksiat, tentu hukumnya haram. Namun bila yang dilakukan bukan maksiat, tentu keharamannya tidak ada. Yang haram adalah maksiatnya, bukan merayakan malam tahun barunya.
Misalnya, umat Islam memanfaatkan even malam tahun baru untuk melakukan hal-hal positif, seperti memberi makan fakir miskin, menyantuni panti asuhan, membersihkan lingkungan dan sebagainya.
Demikianlah ringkasan singkat tentang perbedaan pandangan dari beragam kalangan tentang hukum umat Islam merayakan malam tahun baru.

Hari Raya Umat Islam Hanya ada Dua

  Dalam agama Islam, yang namanya hari raya hanya ada dua saja, yaitu hari ‘Idul Fithr dan ‘Idul Adha. Selebihnya, tidak ada pensyariatannya, sehingga sebagai muslim, tidak ada kepentingan apapun untuk merayakan datangnya tahun baru.

  Namun ketika harus menjawab, apakah bila ikut merayakannya akan berdosa, tentu jawabannya akan menjadi beragam. Yang jelas haramnya adalah bila mengikuti perayaan agama tertentu. Hukumnya telah disepakati haram. Artinya, seorang muslim diharamkan mengikuti ritual agama selain Islam, termasuk ikut merayakan hari tersebut.

  Maka semua bentuk Natal bersama, atau apapun ritual agama lainnya, haram dilakukan oleh umat Islam. Dan larangannya bersifat mutlak, bukan sekedar mengada-ada.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 7 Maret tahun 1981/ 1 Jumadil Awwal 1401 H telah mengeluarkan fatwa haramnya natal bersama yang ditanda-tangani oleh ketuanya KH M. Syukri Ghazali. Salah satu kutipannya adalah:
  • Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa AS, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.
  • Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram.
  • Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT dianjurkan untuk tidak mengikuti kegitan-kegiatan Natal.
  Namun bagaimana dengan perayaan yang tidak terkait unsur agama, melainkan hanya terkait dengan kebiasaan suatu masyarakat atau suatu bangsa?

  Sebagian kalangan masih bersikeras untuk mengaitkan perayaan datangnya tahun baru dengan kegiatan bangsa-bangsa non-muslim. Dan meski tidak langsung terkait dengan masalah ritual agama, tetap dianggap haram. Pasalnya, perbuatan itu merupakan tasyabbuh (menyerupai) orang kafir, meski tidak terkait dengan ritual keagamaan. Mereka mengajukan dalil bahwa Rasulullah SAW melarang tasyabbuh bil kuffar
Dari Ibnu Umar ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang menyerupa suatu kaum, maka dia termasuk di antara mereka. (HR Abu Daud)
Dari Abdullah bin Amr berkata bahwa orang yang mendirikan Nairuz dan Mahrajah di atas tanah orang-orang musyrik serta menyerupai mereka hingga wafat, maka di hari kiamat akan dibangkitkan bersama dengan mereka.
Tasyabbuh di sini bersaifat mutlak, baik terkait hal-hal yang bersifat ritual agama ataupun yang tidak terkait.

  Namun sebagian kalangan secara tegas memberikan batasan, yaitu hanya hal-hal yang memang terkait dengan agama saja yang diharamkan buat kita untuk menyerupai. Sedangkan pada hal-hal lain yang tidak terkait dengan ritual agama, maka tidak ada larangan. Misalnya dalam perayaan tahun baru, menurut mereka umumnya orang tidak mengaitkan perayaan tahun baru dengan ritual agama. Di berbagai belahan dunia, orang-orang melakukannya bahkan diiringi dengan pesta dan lainnya.Tetapi bukan di dalam rumah ibadah, juga bukan perayaan agama.
Dengan demikian, pada dasarnya tidak salah bila bangsa itu merayakannya, meski mereka memeluk agama Islam.

  Namun lepas dari dua kutub perbedaan pendapat ini, paling tidak buat kita umat Islam yang bukan orang Barat, perlu rasanya kita mengevaluasi dan berkaca diri terhadap perayaan malam tahun baru.
Pertama, biar bagaimana pun perayaan malam tahun baru tidak ada tuntunannya dari Rasulullah SAW. Kalau pun dikerjakan tidak ada pahalanya, bahkan sebagian ulama mengatakannya sebagai bid’ah dan peniruan terhadap orang kafir.
Kedua, tidak ada keuntungan apapun secara moril maupun materil untuk melakukan perayaan itu. Umumnya hanya sekedar latah dan ikut-ikutan, terutama buat kita bangsa timur yang sedang mengalami degradasi pengaruh pola hidup western. Bahkan seringkali malah sekedar pesta yang membuang-buang harta secara percuma
Ketiga, bila perayaan ini selalu dikerjakan akan menjadi sebuah tradisi tersendir, dikhawatirkan pada suatu saat akan dianggap sebagai sebuah kewajiban, bahkan menjadi ritual agama. Padahal perayaan itu hanyalah budaya impor yang bukan asli budaya bangsa kita.
Keempat, karena semua pertimbangan di atas, sebaiknya sebagai muslim kita tidak perlu mentradisikan acara apapun, meski tahajud atau mabit atau sejenisnya secara massal. Kalaulah ingin mengadakan malam pembinaan atau apapun, sebaiknya hindari untuk dilakukan pada malam tahun baru, agar tidak terkesan sebagai bagian dari perayaan. Meski belum tentu menjadi haram hukumnya.

Jalan Tengah Perbedaan Pendapat

Para ulama dengan berbagai latar belakang kehidupan, tentunya punya niat baik, yaitu sebisa mungkin berhati-hati dalam mengeluarkan fatwa, agar umat tidak terperosok ke jurang kemungkaran.
Salah satu bentuk polemik tentang masalah perayaan itu adalah ditetapkannya hari libur atau tanggal merah di hari-hari raya agama lain. Yang jadi perdebatan, apakah bila kita meliburkan kegiatan sekolah atau kantor pada tanggal 25 Desember itu, kita sudah dianggap ikut merayakannya?
Sebagian berpendapat bahwa kalau cuma libur tidak bisa dikatakan sebagai ikut merayakan, lha wong pemerintah memang meliburkan, ya kita ikut libur saja. Tapi niat di dalam hati sama sekali tidak untuk merayakannya.

  Namun yang lain menolak, kalau pada tanggal 25 Desember itu umat Islam pakai acara ikut-ikutan libur, suka tidak suka, sama saja mereka termasuk ikut merayakan hari raya agama lain. Maka sebagian madrasah dan pesantren memutuskan bahwa pada tanggal itu tidak libur. Pelajaran tetap berlangsung seperti biasa.

  Sekarang begitu juga, ketika pada tanggal 1 Januari ditetapkan oleh Pemerintah sebagai hari libur nasional, muncul juga perbedaan pendapat. Bolehkah umat Islam ikut libur di tahun baru? Apakah kalau ikut libur berarti termasuk ikut merayakan hari besar agama lain?

  Lalu muncul lagi alternatif, dari pada libur diisi dengan acarahura-hura, mengapa tidak diisi saja dengan kegiatan keagamaan yang bermanfaat, seperti melakukan pengajian, dzikir atau bahkan qiyamullail. Anggap saja memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.

  Dan hasilnya sudah bisa diduga dengan pasti, yaituakan ada kalangan yang menolak mentah-mentah kebolehannya. Mereka mengatakan bahwa pengajian, dzikir atau qiyamullaih di malam tahun baru adalah bid’ah yang diada-adakan, tidak ada contoh dari sunnah Rasulullah SAW.

  Lebih parah lagi, ada yang bahkan lebih ektrem sampai mengatakan kalau malam tahun baru kita mengadakan pengajian, dzikir, atau qiyamullail, bukan sekedar bid’ah tetapi sudah sesat dan masuk neraka. Wah…Jadi semua itu nanti akan kembali kepada paradigma kita dalam memandang, apakah kita akan menjadi orang yang sangat mutasyaddid, mutadhayyiq, ketat dan terlalu waspada? Ataukah kita akan menjadi mutasahil, muwassi’, longgar dan tidak terlalu meributkan?
Kedua aliran ini akan terus ada sepanjang zaman, sebagaimana dahulu di masa shahabat kita juga mengenal dua karakter ini. Yang mutasyaddid diwakili oleh Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu dan beberapa shahabat lain, sedang yang muwassa’ diwakili oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu dan lainnya.

  Insya Allah, ada jalan tengah yang sekiranya bisa kita pertimbangkan. Misalnya, kalau dasarnya memang tidak ada budaya atau kebiasaan untuk bertahun baru dengan kegiatan semacam pengajian dan sejenisnya, sebaiknya memang tidak usah digagas sejak dari semula. Biar tidak menjadi bid’ah baru.

  Akan tetapi kalau kita berada pada masyarakat yang sudah harga mati untuk merayakan tahun baru, suka tidak suka tetap harus ada kegiatan, mungkin akan lain lagi ceritanya. Tugas kita saat itu mungkin boleh saja sedikit berdiplomasi. Misalnya, tidak ada salahnya kalaukitamengusulkan agar acaranya dibuat yang positif seperti pengajian.

  Dari pada kegiatannya dangdutan, begadang semalam suntuk atau konser musik, kan lebih baik kalau digelar saja dalam bentuk pengajian. Anggaplah sebagai proses menuju kepada pemahaman Islam yang lebih baik nantinya, tetapi dengan cara perlahan-lahan.

  Kalau kita tidak bisa menghilangkan budaya yang sudah terlanjur mengakar dengan sekali tebang, maka setidaknya arahnya yang dibenarkan secara perlahan-lahan. Kira-kira ide dasarnya demikian.
Tetapi yang kami sebut sebagai jalan tengah ini bukan berarti harga mati. Ini cuma sebuah pandangan, yang mungkin benar dan mungkin juga tidak. Namanya saja sekedar pendapat. Tetap saja menyisakan ruang untuk berbeda pendapat. Dan mungkin suatu ketika kami koreksi ulang.

source

Perayaan Tahun Baru menurut Pandangan Islam


Muhammad Isa

1ID12

36413009            



Oleh : Ust Fathuddin Ja’far


  Sebenarnya ikut acara Natal atau mengucapkan selamat Natal itu bukan lagi masalah pro dan kontra, melainkan sudah menjadi masalah yang “jelas haramnya”, seperti yang dikeluarkan fatwanya oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 1 Jumadil Awal 1401 Hijiriyah bertepatan dengan 7 Maret 1981 Masehi sebagaimana yang tertuang dalam poin 2 tercantum : Mengikuti upacara natal bersama bagi umat Islam hukumhya haram.

   Menurut defenisi yang dibuat kaum Kristiani sendiri bahwa Christ’s Mass (Perayaan Natal) is an annual commemoration of the birth of Jesus Christ (Wikipedia), yakni acara/perayaan tahunan dari kelahiran Tuhan Yesus. Sebab itu, Muslim yang berakal sehat akan mengalami kesulitan untuk memahami bahwa peringatan Natal itu tidak ada kaitannya dengan agama, melainkan sebuah budaya belaka, sebab itu tidak masalah jika umat Islam mengucapkan selamat Natal atau mengikuti acara Natal bersama.

  Sedangkan kaum Kristianinya sendiri sebagai yang punya gawe mengakui acara perayaan tersebut ialah terkait langsung dengan perayaan kelahiran Tuhan Yesus.

  Agar perkara Natal ini menjadi makhluk yang berwujud nyata dan tidak mudah dipelintir ke sana dan kemari oleh orang-orang Islam sendiri yang memiliki agenda terselubung di balik itu, maka ada dua pertanyaan mendaasar yang perlu dijawab : Pertama, apakah Yesus itu Tuhan? Kedua, apakah dia pernah menyatakan bahwa dirinya adalah Tuhan?

  1. Menurut Kaum Kristen dan Kitab Suci Mereka.
  Semua orang Kristen yakin bahwa Yesus adalah sepenuhnya Tuhan dalam rupa manusia. Paulus berkata, “Dia adalah gambar dari Allah yang tidak kelihatan…Di dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan.” Yohanes mengatakan bahwa Yesus menciptakan dunia ini. Petrus berkata, “setiap orang yang percaya kepada-Nya menerima pengampunan dosa melalui namaNya.”

  Maka kata orang-orang Yahudi itu kepadaNya: “Umur-Mu belum sampai lima puluh tahun dan Engkau telah melihat Abraham?” Kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada.” Lalu mereka mengambil batu untuk melempari Dia; tetapi Yesus menghilang dan meninggalkan Bait Allah. (Yohanes 8:57-59)

   Sesudah Ia membasuh kaki mereka, Ia mengenakan pakaian-Nya dan kembali ke tempat-Nya. Lalu Ia berkata kepada mereka: “Mengertikah kamu apa yang telah Kuperbuat kepadamu? Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu.” (Yohanes 13:12-14)
 
  Kata Yesus kepadanya: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia.” Kata Filipus kepada-Nya: “Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami.” Kata Yesus kepadanya: “Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami.” (Yohanes 14:6-9)

  Dari tiga ayat yang tercantum dalam Yohanes tersebut jelas sekalai bahwa Yesus adalah Tuhan yang menyatu dengan Allah, sebagai Tuhan Bapa melaui perkatannya sendiri. Pertanyaanya adalah benarkah demikian? Mari simak dua ayat Yohanes berikutnya :
“Aku dan Bapa adalah satu.” Sekali lagi orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus. Kata Yesus kepada mereka: “Banyak pekerjaan baik yang berasal dari Bapa-Ku yang Kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari Aku?” Jawab orang-orang Yahudi itu: “Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diri-Mu dengan Allah.” (Yohanes 10:30-33)

  Tetapi Yesus berseru kata-Nya: “Barangsiapa percaya kepada-Ku, ia bukan percaya kepada-Ku, tetapi kepada Dia, yang telah mengutus Aku; dan barangsiapa melihat Aku, ia melihat Dia, yang telah mengutus Aku. Aku telah datang ke dalam dunia sebagai terang, supaya setiap orang yang percaya kepada-Ku, jangan tinggal di dalam kegelapan.” (Yohanes 12:44-46)

  Dari ayat yang pertama, terdapat kotradiktif ketuhanan Yesus antara pengikutnya dan orang-orang Yahudi sehingga orang Yahudi melihat Yesus menyatu (wihdatul wujud) dengan Allah adalah hujatan dan klaim kebohongan terhadap Allah sehingga menyamakan dirinya (Yesus) dengan Allah.

  Sedangkan ayat kedua dengan jelas Yesus tidak mengkalim dirinya sebagai Tuhan, melainkan adalah Rasul/utusan yang diutus Allah. Sekali lagi, bukan sebagai Tuhan. Kemudian Yseus berkata: Aku telah datang ke dalam dunia sebagai terang… Berarti ia datang karena ada yang mendatangkanya/menghadirkannya ke atas bumi.

  Dari dua ayat Yohanes etrsebut di atas jelas sekali bahwa Yesus hanya mengaku sebagai Rasulullah yang diutus Allah ke atas muka bumi, khususnya untuk Bani Israel. Lalu timmbul pertanyaan, mana yang benar, apakah 3 ayat pertama, atau 2 ayat setelahnya? Ini adalah suatu paradoks yang nyata 180 derajat. Memang beginilah kondisi Kitab mereka penuh dengan paradoks, kebohongan dan hal-hal yang menjijikkan seprti menuduh di antara Nabi mereka berzina dan sebagainya.

  2. Menurut Al-Qur’an
 Sebagai salah satu dari enam syarat menjadi Mukmin atau disebut juga enam rukun Iman yang wajib kita yakini, seperti yang sudah kita pahami dan yakini bersama adalah meyakini Al-Qur’an sebagai Kitab Allah terakhir yang yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, menjadi petunjuk hidup manusia agar mereka berada di jalan yang benar, lurus dan selamat dunia dan akhirat, semua isinya mutlak kebenarannya, Al-Qur’an itu berlaku untuk semua manunisa dan setelah Al-Qur’an turun semua status hukum Kitab-Kitab Allah sebelumnya menjadi batal, sebab itu Allah pelihara Al-Qur’an itu dari paradoks dan penyimpangan yang dilakukan manusia. (Suart Al-Baqoroh : 2 – 5 dan 185, Saba’ ; 28, At-Taubah : 33, Al-Fath : 28, Ash-Shaf : 9, Al-Ahqaf : 30, Al-Maidah : 48 – 50, An-Nisa’ : 82 dan Al-Hijr : 9).

  Nah, mari kita kita tadabburkan (renungkan secara mendalam) apa kata Al-Qur’an tentang 2 pertanyaan di tas: Apakah Yesus itu Tuhan? Apakah dia pernah menyatakan bahwa dia adalah Tuhan? Al-Qur’an dengan lantang menjelaskan :

1. Isa itu adalah hamba, Rasul, Ruh dan tanda Kekuasaan-Nya di atas bumi. Allah menjelaskan :
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلَا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلَّا الْحَقَّ إِنَّمَا الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ اللَّهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ فَآَمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَلَا تَقُولُوا ثَلَاثَةٌ انْتَهُوا خَيْرًا لَكُمْ إِنَّمَا اللَّهُ إِلَهٌ وَاحِدٌ سُبْحَانَهُ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَلَدٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلًا
Wahai Ahlul Kitab, janganlah kalian berlebihan dalam agama kalian dan jangan pula katakan tentang Allah kecuali yang haq (benar). Sesungguhnya Al-Masih/Isa itu adalah putra Maryam, Rasul Allah dan tanda Kekuasan-Nya yang Ia anugerahkan kepada Maryam dan (tiupan) ruh dari-Nya. Maka berimanlah kalian kepada Allah (tampa menyekutukan-Nya), dan rasul-Nya dan janganlah kalian sekali-kali mengatakan “trinitas” (Tuhan itu tiga oknum). Berhentilah kalian (dari trinitas itu), tentulah lebih baik bagi kalian. Sesungguhnya Allah itu Tuhan yang Esa, Maha Suci Dia dari memiliki anak. Milik-Nyalah apa yang ada di langit dan di bumi dan cukuplah Allah sebagai wakil (tempat berserah diri). (An-Nisa’ : 171)

 2. Isa tidak pernah mengatakan dirinya Tuhan, atau menyatu dengan Allah dan ucapan-ucapan mungkar dan kemusyrikan lainnya. Allah menjelaskan :
وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِنْ كُنْتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ (116) مَا قُلْتُ لَهُمْ إِلَّا مَا أَمَرْتَنِي بِهِ أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ وَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ (117) إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (118)
Dan ketika Allah berkata : Wahai Isa putra Maryam! Apakah engkau mengatakan pada manusia : “Jadikanah aku dan ibuku tuhan di samping Tuhan Allah”. Ia (Isa) berkata : Maha Suci Engkau , tidak pantas bagiku mengatakan yang tidak akau yakini kebenarannya. Jika aku katakan, pasti Engkau mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada dalam diriku dan aku tidak tahu apa apa yang ada dalam diri-Mu. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Mengetahui yang ghaib. Aku tidak katakan pada mereka melaikan seperti apa yang Engkau perintahkan padaku bawah sembahlah Allah Tuhan penciptaku dan Tuhan Pencipta kalian. Akau menjadi saksi atas mereka selama aku berada di tengah-tengah mereka. Setelah Engkau wafatkan aku, Engkau memonitor mereka dan Engkau Menyaksikan segala sesuatu. Jika Engkau azab mereka, mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau anpuni mereka, Engkau adalah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Al-Maidah : 116 – 118)

 3. Isa bukan dilahirkan bulan Desember atau musim dingin, melainkan musim panas (antara Juni dan Agustus), yakni saat musim panen kurma. Allah menjelaskan :
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ مَرْيَمَ إِذِ انْتَبَذَتْ مِنْ أَهْلِهَا مَكَانًا شَرْقِيًّا (16) فَاتَّخَذَتْ مِنْ دُونِهِمْ حِجَابًا فَأَرْسَلْنَا إِلَيْهَا رُوحَنَا فَتَمَثَّلَ لَهَا بَشَرًا سَوِيًّا (17) قَالَتْ إِنِّي أَعُوذُ بِالرَّحْمَنِ مِنْكَ إِنْ كُنْتَ تَقِيًّا (18) قَالَ إِنَّمَا أَنَا رَسُولُ رَبِّكِ لِأَهَبَ لَكِ غُلَامًا زَكِيًّا (19) قَالَتْ أَنَّى يَكُونُ لِي غُلَامٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ وَلَمْ أَكُ بَغِيًّا (20) قَالَ كَذَلِكِ قَالَ رَبُّكِ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ وَلِنَجْعَلَهُ آَيَةً لِلنَّاسِ وَرَحْمَةً مِنَّا وَكَانَ أَمْرًا مَقْضِيًّا (21) فَحَمَلَتْهُ فَانْتَبَذَتْ بِهِ مَكَانًا قَصِيًّا (22) فَأَجَاءَهَا الْمَخَاضُ إِلَى جِذْعِ النَّخْلَةِ قَالَتْ يَا لَيْتَنِي مِتُّ قَبْلَ هَذَا وَكُنْتُ نَسْيًا مَنْسِيًّا (23) فَنَادَاهَا مِنْ تَحْتِهَا أَلَّا تَحْزَنِي قَدْ جَعَلَ رَبُّكِ تَحْتَكِ سَرِيًّا (24) وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا (25)
Dan ceritakanlah (kisah) Maryam (kepada mereka) di dalam Al-Qr’an, yaitu ketiak ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat sebelah timur. Maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari pandangan mereka, lalu Kami mengutus Jibril kepadanya. Maka Jibril itu muncul dalam bentuk manusia yang sempurna. Ia (Maryam) berkata : Sesungguhnya akau berlindung darimu kepada yang Maha Penyayang jika kamu seorang bertaqwa. Ia (Jibril) berkata : Sesungguhnya aku adalah utusan Tuhan Penciptamu untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci. Ia (Maryam) berkata : Mana mungkin aku mendapatkan seorang anak laki-laki sedangkan aku tidak pernah disentuh seorang manusia pun dan aku bukan pula seorang pezina? Ia (Jibral) berkata : Demikianlah, Tuhan Penciptamu berfirman : Bagi-Ku mudah saja dan karena Kami hendak menjadikannya (putra Maryam) salah satu tanda (kekuasaan-Ku) bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami. Dan ini adalah suatu perkara yang sudah diputuskan. Maka iapun (Maryam) mengandungnnya (isa) dan pergi ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit melahirkan memaksanya untuk bersandar ke pangkal pohon kurma, lalu ia berkata : Sekiranya aku mati sebelum ini dan aku pasti akan dilupakan (manusia). Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah : Janganlah kamu bersedih dan Tuhan Penciptamu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pohon kurma itu ke arahmu ia akan menjatuhkan ruthaban janiyya (buah kurma yang ranum) kepadamu. (Maryam : 16 – 25)

 4. Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani) menganut paham atau akidah syirik dan mereka adalah kafir. Allah menjelaskan :
وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ ذَلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ (30) اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ (31)
Orang-orang Yahudi berkata : Uzair itu anak Allah dan orang-orang Nasrani itu berkata : Al-Masih/Isa itu anak Allah. Itu adalah ucapan kosong mereka belaka, mereka meniru ucapan orang-orang kafir sebelumnya. Allah melaknat mereka. Mengapa mereka bisa berpaling dari kebenaran? Mereka juga menjadikan Ahbar dan Ruhban (ulama mereka) tuhan-tuhan tandingan selain Allah dan Al-Masih putra Marya. Sedangkan mereka tidak diperintahkan melainkan menyembah Allah sebagai Tuhan yang Esa. Tidak ada tuhan yang berhak disebmbah selain Dia, Maha Suci Dia dari apa yang mereka sekutukan. (At-Taubah : 30 – 31)

 5. Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani) menginginkan umat Islam menjadi kafir, murtad dan musyrik seperti mereka dan tidak ridha sama sekali jika umat Isalm istiqamah dalam Tauhid (mengesakan Allah). Sebab itu, mereka senantiasa memerangi umat Islam dengan senjata (Al-ghazwul Askari), pemikiran (Al-Ghazwul Fikri) dan perang budaya (Al-Ghazwul Hadhari) sehingga umat Islam murtad dari Islam. Allah menjelaskan :
وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ فَاعْفُوا وَاصْفَحُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (109)
Dan banyak dari kalangan Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani) menginginkan jika mereka dapat memurtadkan kalian (kaum Muslimin) setelah kalian beriman (dengan Tauhid), karena hasad yang ada dalam diri mereka setelah nyata bagi mereka kebnaran (Al-Qur’an dan Muhammad Saw.) Maka maafkan dan biarkan mereka sampai Allah mendatangkan perintah-Nya (memerangi mereka). Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu. (Al-Baqoroh : 109).
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ (120)
Dan kaum yahudi dan Nasrani tidak akan pernah ridha kepadamu (Muhammad) sehingga engkau mengikuti agama mereka. Katakanlah! Sesungguhnya hidayah (petunjuk) Allah itu (Al-Qur’an) lah pentunjuk yang sebenarnya. Dan jika engkau mengikuti hawa nafsu mereka, setelah datang kepadamu ilmu (wahyu Al-Qur’an) maka Allah tidak lagi menjadi Pelindung dan Penolong bagimu. (Al-Baqoroh ; 120)

 6. Acara perayaan menyambut tahun baru dengan menyalakan kembang apai (tradisi majusi), petasana, meniup terompet (tradisi Yahudi), buang-buang waktu karena menunggu jam 00.00, tenaga dan uang kepada yang tidak bermanfaat untuk kebaikan dunia dan akhirat, semua itu adalah meniru-niru kebiasaan orang kafir dan perbuatan setan. Merayakan tahun baru Masehi itu bukan hanya jatuh kepada perbuatan sia-sia, akan tepai perbuatan ma’siat, mubazir dan kufur nikmat. Allah menjelaskan :
وَآَتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (26) إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا (27)
Dan berikanlah hak karib kerabat itu dan orang-orang miskin dan ibnussabil dan jangalah kamu melakuakn kemubaziran. Sesungguhnya orang-orang yang melakukan mubazzir itu adalah saudara setan dan setan itu telah kafir kepada Tuhan Penciptanya. (Al-Isro’ : 26 – 27).
Dari uraian di atas dapat kita ambil kesimpulan sebagai berikut :

 1. Peringatan hari Natal jelas sebuah acara memperingati lahirnya Tuhan Yesus. Sebab itu, mengikuti acara Natal atau mengucpkan selamat Natal akan mempengaruhi keimanan dan Tauhid umat Islam sehingga menjadi keimanan syirik ala Yahudi dan Nasrani. Bagi yenga melakukannya dengan sengaja dan tahu bahwa hal tersebut terkait dengan kemusyrikan yang Allah murkai, maka imanya BATAL, kecauali jika ia diapksa mepakukannya dengan ancaman pembunuhan. Namun dengan syarat, hatinya tetap menolak dan mengakui hal tersebut adalah haram dam tidak boleh dilakukan.

 2. Begitu pula dengan mengikuti acara menyambut tahun baru Masehi dengan cara-cara yang disebutkan di atas dapat menyebabkan para pelakunya yang Muslim menjadi kufur nikmat dan mendeklarasikan diri menjadi saudara-saudara setan.

 3. Ikut merayakan atau mengucapkan selamat Natal 25 Desember adalah melakukan kebhongan sejarah kelahiran Nabi Isa Alaihissalam.

 4. Ikut merayakan atau mengucapkan selamat Natal 25 Desember adalah terlibat secara langsung, disadari atau tidak, mendukung upaya pemurtadan umat Islam yang dilakukan kalangan Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani).
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, saya sebagai seorang Muslim menghimbau saudara-saudara seiman di Indonesia :
1. Agar tidak ikut-ikutan merayakan atau mengucapkan selamat Natal dan perayaan tahun Baru Masehi karena akan merusak akidah Tauhid kita, kecerdasan kta, keilmuan kita, kejujuran kita, akhlak kita, life style kita, dan secara langsung terlibat melakukan konspirasi bersama kaum Nasrani dalam upaya memurtadkan umat Islam dengan bebagai cara, di antaranya acara peringatan Natal, ucapan selamat Natal dan acara menyambut awal tahun baru Masehi.
2. Bagi saudara-saudara Muslim yang berbuat demikian, hendaklah segera bertaubat kepada Allah dengan Taubatan Nashuha, sebelum ajal menjemput, karena perbuatan tersebut dan juga semua perbuatan yang lain akan dimintakan pertanggungjawabannya kelak di sisi Allah. Janganlah cinta dunia, pangkat dan ketenaran menyebabkan kita buta mata hati terhadap peringatan-peringatan dan penjelasan-penjelasan Allah dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah sebagaimana yang sudah 
dijelaskan sebelumnya.
3. Ingatlah! Yang murka terhadap perbuatan syirik (menyekutukan Allah) dan perbuatan kekufuran lainnya bukan hanya Allah sebagai Tuhan Pencipta manusia, akan tetapi langit, bumi dan gunung sebagai makhluk Allah-pun jugaikut murka. Allah mejelaskan :
“Dan mereka berkata : Tuhan Yang Maha Pengasih itu mempunyai anak. (Dengan ucapan itu) Sungguh kamu telah melakukan sesuatu perbuatan yang amat mungkar. Hampir-hampir langit pecah, bumi terbelah dan gunung-gunung roboh. Karena mereka mengklaim Allah yang Maha Pengasih itu memiliki anak. Dan Tidak pantas bagi yang Maha Pengasih itu memiliki anak. (Maryam : 88 – 92)

4. Gunakanlah waktu luang, kesehatan dan kesempatan hari-hari libur sejak 25 Desember sampai 1 Januari nanti untuk meningkatkan kualitas ilmu Islam (Al-Qur’an dan Sunnah Rasul Saw.), iman, ibadah dan berbagai amal sholeh lainnya.
 

5. Infakkanlah harta dan uang yang mungkin sudah dianggarkan untuk berlibur dan acara menyambutr tahun baru itu ke jalan Allah. Allah pasti membalasnya berlipat ganda bahkan lebih dari 700 kali lipat. (Al-Baqoroh : 261)

  source