M.Isa / 36413009 - 2ID08
I. Latar Belakang
I. Latar Belakang
Garis-Garis
Besar Haluan Negara (GBHN) menegaskan bahwa sasaran utama pembangunan jangka
panjang adalah terciptanya landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk
tumbuh dan berkembang atas kekuatannya sendiri menuju masyarakat yang adil dan
makmur berdasarkan Pancasila. Di bidang ekonomi, sasaran pokok yang hendak
dicapai dalam pembangunan jangka panjang adalah tercapainya keseimbangan antara
pertanian dan industri serta perubahan-perubahan fundamental dalam struktur
ekonomi Indonesia sehingga produksi nasional yang berasal dari luar pertanian
akan merupakan bagian yang semakin besar dan industri menjadi tulang punggung
ekonomi.
Pelaksanaan
pembangunan sekaligus harus menjamin pembagian pendapatan yang merata bagi
seluruh rakyat sesuai dengan rasa keadilan, dalam rangka mewujudkan keadilan
sosial sehingga di satu pihak pembangunan itu tidak hanya ditujukan untuk
meningkatkan produksi, melainkan sekaligus mencegah melebarnya jurang pemisah
antara yang kaya dan yang miskin. Dengan memperhatikan sasaran pembangunan
jangka panjang di bidang ekonomi tersebut, maka pembangunan industri memiliki
peranan yang sangat penting. Dengan arah dan sasaran tersebut, pembangunan
industri bukan saja berarti harus semakin ditingkatkan dan pertumbuhannya
dipercepat sehingga mampu mempercepat terciptanya struktur ekonomi yang lebih
seimbang, tetapi pelaksanaannya harus pula makin mampu memperluas kesempatan
kerja, meningkatkan rangkaian proses produksi industri untuk memenuhi kebutuhan
dalam negeri sehingga mengurangi ketergantungan pada impor, dan meningkatkan
ekspor hasil-hasil industri itu sendiri. Untuk mewujudkan sasaran tersebut,
diperlukan perangkat hukum yang secara jelas mampu melandasi upaya pengaturan,
pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya tatanan dan seluruh
kegiatan industri. Dalam rangka kebutuhan inilah Undang-Undang tentang
Perindustrian ini disusun. Masalah ini menjadi semakin terasa penting, terutama
apabila dikaitkan dengan kenyataan yang ada hingga saat ini bahwa
peraturan-peraturan yang digunakan bagi pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
industri selama ini dirasakan kurang mencukupi kebutuhan karena hanya mengatur
beberapa segi tertentu saja dalam tatanan dan kegiatan industri, dan itupun
seringkali tidak berkaitan satu dengan yang lain. Apabila Undang-Undang ini
dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum yang kokoh dalam upaya pengaturan,
pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya, tidaklah hal ini
perlu diartikan bahwa Undang-Undang ini akan memberikan kemungkinan terhadap
penguasaan yang bersifat mutlak atas setiap cabang industri oleh Negara.
Undang-Undang Dasar 1945 dan Garis-Garis Besar Haluan Negara telah secara jelas
dan tegas menunjukkan bahwa dalam kegiatan ekonomi, termasuk industri, harus
dihindarkan timbulnya "etatisme" dan sistem "free fight
liberalism". Sebaliknya melalui Undang-Undang ini upaya pengaturan,
pembinaan, dan pengembangan industri diberi arah kemana dan bagaimana pembangunan
industri ini harus dilakukan, dengan sebesar mungkin memberikan kesempatan
kepada masyarakat untuk berperan secara aktif. Undang-Undang ini secara tegas
menyatakan bahwa pembangunan industri ini harus dilandaskan pada demokrasi
ekonomi. Dengan landasan ini, kegiatan usaha industri pada hakekatnya terbuka
untuk diusahakan masyarakat. Undang-Undang ini menentukan cabang-cabang
industri yang penting dan strategis bagi negara dan menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara, hal ini sebenarnya memang menjadi salah satu sendi
daripada demokrasi ekonomi itu sendiri. Begitu pula penetapan bidang usaha
industri yang masuk dalam kelompok industri kecil, termasuk industri yang
menggunakan ketrampilan tradisional dan industri penghasil benda seni dapat
diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik Indonesia. Dengan landasan ini,
upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan yang dilakukan Pemerintah
diarahkan untuk menciptakan iklim usaha industri secara sehat dan mantap. Dalam
hubungan ini, bidang usaha industri yang besar dan kuat membina serta
membimbing yang kecil dan lemah agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi kuat.
Dengan iklim usaha industri yang sehat seperti itu, diharapkan industri akan
dapat memberikan rangsangan yang besar dalam menciptakan lapangan kerja yang luas.
A. Landasan dan Tujuan Pembangunan Industri
Menurut
UU RI No. 05 Tahun 1984 pasal 2, Pembangunan industri berlandaskan demokrasi
ekonomi, kepercayaan pada kemampuan dan kekuatan diri sendiri, manfaat, dan
kelestarian lingkungan hidup.
Dalam Undang-Undang ini yang
dimaksud dengan :
|
1.
|
Perindustrian adalah tatanan dan
segala kegiatan yang bertalian dengan kegiatan industri.
|
2.
|
Industri adalah kegiatan ekonomi
yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang
jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya,
termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
|
3.
|
Kelompok industri adalah
bagian-bagian utama kegiatan industri, yakni kelompok industri hulu atau juga
disebut kelompok industri dasar, kelompok industri hilir, dan kelompok
industri kecil.
|
4.
|
Cabang industri adalah bagian
suatu kelompok industri yang mempunyai ciri umum yang sama dalam proses
produksi.
|
5.
|
Jenis industri adalah bagian suatu
cabang industri yang mempunyai ciri khusus yang sama dan/atau hasilnya
bersifat akhir dalam proses produksi.
|
6.
|
Bidang usaha industri adalah
lapangan kegiatan yang bersangkutan dengan cabang industri atau jenis
industri.
|
7.
|
Perusahaan industri adalah badan
usaha yang melakukan kegiatan di bidang usaha industri.
|
8.
|
Bahan mentah adalah semua bahan
yang didapat dari sumber daya alam dan/atau yang diperoleh dari usaha manusia
untuk dimanfaatkan lebih lanjut.
|
9.
|
Bahan baku industri adalah bahan
mentah yang diolah tau tidak diolah yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana
produksi dalam industri.
|
10.
|
Barang setengah jadi adalah bahan
mentah atau bahan yang telah mengalami satu atau beberapa tahap proses
industri yang dapat diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.
|
11.
|
Barang jadi adalah barang hasil
industri yang sudah siap pakai untuk konsumsi akhir ataupun siap pakai
sebagai alat produksi.
|
12.
|
Teknologi industri adalah cara
pada proses pengolahan yang diterapkan dalam industri.
|
13.
|
Teknologi yang tepat guna adalah
teknologi yang tepat dan berguna bagi suatu proses untuk menghasilkan nilai
tambah.
|
14.
|
Rancang bangun industri adalah
kegiatan industri yang berhubungan dengan perencanaan pendirian
industri/pabrik secara keseluruhan atau bagian-bagiannya.
|
15.
|
Perekayasaan industri adalah
kegiatan industri yang berhubungan dengan perancangan dan pembuatan
mesin/peralatan pabrik dan peralatan industri lainnya.
|
16.
|
Standar industri adalah
ketentuan-ketentuan terhadap hasil produksi industri yang disatu segi
menyangkut bentuk, ukuran, komposisi, mutu, dan lain-lain serta di segi lain
menyangkut cara mengolah, cara menggambar, cara menguji dan lain-lain.
|
17.
|
Standardisasi industri adalah
penyeragaman dan penerapan dari standar industri.
|
18.
|
Tatanan industri adalah tertib
susunan dan pengaturan dalam arti seluas-luasnya bagi industri.
|
BAB II
LANDASAN DAN TUJUAN PEMBANGUNAN INDUSTRI
Pasal 2
Pembangunan industri berlandaskan
demokrasi ekonimi, kepercayaan pada kemampuan dan kekuatan diri sendiri,
manfaat, dan kelestarian lingkungan hidup.
|
Pasal 3
Pembangunan industri bertujuan
untuk :
|
1.
|
meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat secara adil dan merata dengan memanfaatkan dana, sumber
daya alam, dan/atau hasil budidaya serta dengan memperhatikan keseimbangan
dan kelestarian lingkungan hidup;
|
2.
|
meningkatkan pertumbuhan ekonomi
secara bertahap, mengubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik,
maju, sehat, dan lebih seimbang sebagai upaya untuk mewujudkan dasar yang lebih
kuat dan lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi pada umumnya, serta memberikan
nilai tambah bagi pertumbuhan industri pada khususnya;
|
3.
|
meningkatkan kemampuan dan
penguasaan serta mendorong terciptanya teknologi yang tepat guna dan
menumbuhkan kepercayaan terhadap kemampuan dunia usaha nasional;
|
4.
|
meningkatkan keikutsertaan
masyarakat dan kemampuan golongan ekonomi lemah, termasuk pengrajin agar
berperan secara aktif dalam pembangunan industri;
|
5.
|
memperluas dan memeratakan
kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan peranan koperasi
industri;
|
6.
|
meningkatkan penerimaan devisa
melalui peningkatan ekspor hasil produksi nasional yang bermutu, disamping
penghematan devisa melalui pengutamaan pemakaian hasil produksi dalam negeri,
guna mengurangi ketergantungan kepada luar negeri;
|
7.
|
mengembangkan pusat-pusat
pertumbuhan industri yang menunjang pembangunan daerah dalam rangka pewujudan
Wawasan Nusantara;
|
8.
|
menunjang dan memperkuat
stabilitas nasional yang dinamis dalam rangka memperkokoh ketahanan nasional.
|
BAB III
PEMBANGUNAN INDUSTRI
Pasal 4
PEMBANGUNAN INDUSTRI
Pasal 4
(1)
|
Cabang industri yang penting dan
strategis bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai
oleh negara.
|
(2)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
Pasal 5
(1)
|
Pemerintah menetapkan bidang usaha
industri yang masuk dalam kelompok industi kecil, termasuk industri yang
menggunakan ketrampilan tradisional dan industri penghasil benda seni, yang
dapat diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik Indonesia.
|
(2)
|
Pemerintah menetapkan jenis-jenis
industri yang khusus dicadangkan bagi kegiatan industri kecil yang dilakukan
oleh masyarakat pengusaha dari golongan ekonomi lemah.
|
(3)
|
Ketentuan-ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
|
Pasal 6
Pemerintah menetapkan bidang usaha
industri untuk penanaman modal, baik modal dalam negeri maupun modal asing.
|
BAB IV
PENGATURAN,PEMBINAAN, DAN
PENGEMBANGAN INDUSTRI
Pasal 7
PENGATURAN,PEMBINAAN, DAN
PENGEMBANGAN INDUSTRI
Pasal 7
Pemerintah melakukan pengaturan,
pembinaan, dan pengembangan terhadap industri, untuk :
|
1.
|
mewujudkan perkembangan industri
yang lebih baik, secara sehat dan berhasil guna;
|
2.
|
mengembangkan persaingan yang baik
dan sehat serta mencegah persaingan yang tidak jujur;
|
3.
|
mencegah pemusatan atau penguasaan
industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang
merugikan masyarakat.
|
Pasal 8
Pemerintah melakukan pengaturan,
pembinaan, dan pengembangan bidang usaha industri secara seimbang, terpadu,
dan terarah untuk memperkokoh struktur industri nasional pada setiap tahap
perkembangan industri.
|
Pasal 9
Pengaturan dan pembinaan bidang
usaha industri dilakukan dengan memperhatikan :
|
1.
|
Penyebaran dan pemerataan
pembangunan industri dengan memanfaatkan sumber daya alam dan manusia dengan
mempergunakan proses industri dan teknologi yang tepat guna untuk dapat
tumbuh dan berkembang atas kemampuan dan kekuatan sendiri;
|
2.
|
Penciptaan iklim yang sehat bagi
pertumbuhan industri dan pencegahan persaingan yang tidak jujur antara
perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan industri, agar dapat
dihindarkan pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau
perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat;
|
3.
|
Perlindungan yang wajar bagi
industri dalam negeri terhadap kegiatan-kegiatan industri dan perdagangan
luar negeri yang bertetangan dengan kepentingan nasional pada umumnya serta
kepentingan perkembangan industri dalam negeri pada khususnya;
|
4.
|
Pencegahan timbulnya kerusakan dan
pencemaran terhadap lingkungan hidup, serta pengamanan terhadap keseimbangan
dan kelestarian sumber daya alam.
|
Pasal 10
Pemerintah melakukan pembinaan dan
pengembangan bagi :
|
1.
|
keterkaitan antara bidang-bidang
usaha industri untuk meningkatkan nilai tambah serta sumbangan yang lebih
besar bagi pertumbuhan produksi nasional;
|
2.
|
keterkaitan antara bidang usaha
industri dengan sektor-sektor bidang ekonomi lainnya yang dapat meningkatkan
nilai tambah serta sumbangan yang lebih besar bagi pertumbuhan produksi
nasional;
|
3.
|
pertumbuhan industri melalui
prakarsa, peran serta, dan swadaya masyarakat.
|
Pasal 11
Pemerintah melakukan pembinaan
terhadap perusahaan-perusahaan industri dalam menyelenggarakan kerja sama
yang saling menguntungkan, dan mengusahakan peningkatan serta pengembangan
kerja sama tersebut.
|
Pasal 12
Untuk mendorong pengembangan
cabang-cabang industri dan jenis-jenis industri tertentu di dalam negeri,
Pemerintah dapat memberikan kemudahan dan/atau perlindungan yang diperlukan.
|
BAB V
IZIN USAHA INDUSTRI
Pasal 13
IZIN USAHA INDUSTRI
Pasal 13
(1)
|
Setiap pendirian perusahaan
industri baru maupun setiap perluasannya wajib memperoleh izin Usaha
Industri.
|
(2)
|
Pemberian Izin Usaha Industri
terkait dengan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri.
|
(3)
|
Kewajiban memperoleh Izin Usaha
Industri dapat dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam kelompok
industri kecil.
|
(4)
|
Ketentuan mengenai perizinan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur lebih dengan
Peraturan Pemerintah.
|
Pasal 14
(1)
|
Sesuai dengan Izin Usaha Industri
yang diperolehnya berdasarkan Pasal 13 ayat (1), perusahaan industri wajib
menyampaikan informasi industri secara berkala mengenai kegiatan dan hasil
produksinya kepada Pemerintah.
|
(2)
|
Kewajiban untuk menyampaikan informasi
industri dapat dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam kelompok
industri kecil.
|
(3)
|
Ketentuan tentang bentuk, isi, dan
tata cara penyampaian informasi industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
Pasal 15
(1)
|
Sesuai dengan Izin Usaha Industri
yang diperolehnya berdasarkan Pasal 13 ayat (1), perusahaan industri wajib
melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses
serta hasil produksinya termasuk pengangkutannya.
|
(2)
|
Pemerintah mengadakan pembinaan
berupa bimbingan dan penyuluhan, mengenai pelaksanaan upaya yang menyangkut
keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil produksi industri termasuk
pengangkutannya.
|
(3)
|
Pemerintah melakukan pengawasan
dan pengendalian yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta
hasil produksi industri termasuk pengangkutannya.
|
(4)
|
Tata cara penyelenggaraan
pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
|
BAB VI
TEKNOLOGI INDUSTRI, DESAIN PRODUK INDUSTRI, RANCANG BANGUN DAN PEREKAYASAAN INDUSTRI, DAN STANDARDISASI
TEKNOLOGI INDUSTRI, DESAIN PRODUK INDUSTRI, RANCANG BANGUN DAN PEREKAYASAAN INDUSTRI, DAN STANDARDISASI
Pasal 16
(1)
|
Dalam menjalankan dan/atau
mengembangkan bidang usaha industri, perusahaan industri menggunakan dan
menciptakan teknologi industri yang tepat guna dengan memanfaatkan perangkat
yang tersedia dan telah dikembangkan di dalam negeri.
|
(2)
|
Apabila perangkat teknologi
industri yang diperlukan tidak tersedia atau tidak cukup tersedia di dalam
negeri, Pemerintah membantu pemilihan perangkat teknologi industri dari luar
negeri yang diperlukan dan mengatur pengalihannya ke dalam negeri.
|
(3)
|
Pemilihan dan pengalihan teknologi
industri dari luar negeri yang bersifat strategis dan diperlukan bagi
pengembangan industri di dalam negeri, diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
|
Pasal 17
Desain produk industri mendapat
perlindungan hukum yang ketentuan-ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
|
Pasal 18
Pemerintah mendorong pengembangan
kemampuan rancang bangun dan perekayasaan industri.
|
Pasal 19
Pemerintah menetapkan standar
untuk bahan baku dan barang hasil industri dengan tujuan untuk menjamin mutu
hasil industri serta untuk mencapai daya guna produksi.
|
BAB VII
WILAYAH INDUSTRI
WILAYAH INDUSTRI
Pasal 20
(1)
|
Pemerintah dapat menetapkan
wilayah-wilayah pusat pertumbuhan industri serta lokasi bagi pembangunan
industri sesuai dengan tujuannya dalam rangka pewujudan Wawasan Nusantara.
|
(2)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
BAB VIII
INDUSTRI DALAM HUBUNGANNYA DENGAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 21
INDUSTRI DALAM HUBUNGANNYA DENGAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 21
(1)
|
Perusahaan industri wajib
melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta
pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidupþ
akibat kegiatan industri yang dilakukannya.
|
(2)
|
Pemerintah mengadakan pengaturan
dan pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan mengenai pelaksanaan pencegahan
kerusakan dan penanggulangan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat
kegiatan industri.
|
(3)
|
Kewajiban melaksanakan upaya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikecualikan bagi jenis industri tertentu
dalam kelompok industri kecil.
|
BAB IX
PENYERAHAN KEWENANGAN DAN URUSAN TENTANG INDUSTRI
Pasal 22
PENYERAHAN KEWENANGAN DAN URUSAN TENTANG INDUSTRI
Pasal 22
Penyerahan kewenangan tentang
pengaturan, pembinaan, dan pengembangan terhadap industri, diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
Pasal 23
Penyerahan urusan dan penarikannya
kembali mengenai bidang usaha industri tertentu dari Pemerintah Pusat kepada
Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan pembangunan daerah yang nyata,
dinamis, dan bertanggung jawab, dilakukan dengan Peraturan Pemerintah.
|
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 24
KETENTUAN PIDANA
Pasal 24
(1)
|
Barang siapa dengan sengaja
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dipidana penjara selama-lamanya
5 (lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 25.000.000,- (dua puluh lima
juta rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha Industrinya.
|
(2)
|
Barang siapa karena kelalaiannya
melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dipidana kurungan selama-lamanya 1 (satu)
tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) dengan
hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha Industrinya.
|
Pasal 25
Barang siapa dengan sengaja tanpa
hak melakukan peniruan desain produk industri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17, dipidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda sebanyak-banyaknya
Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).
|
Pasal 26
Barang siapa dengan sengaja
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19, dipidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda
sebanyak-banyaknya Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dengan
hukuman tambahan dicabut Izin Usaha Industrinya.
|
Pasal 27
(1)
|
Barang siapa dengan sengaja
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun
dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
|
(2)
|
Barang siapa karena kelalaiannya
melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat (1) dipidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda
sebanyak-banyaknya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
|
Pasal 28
(1)
|
Tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (1), Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27 ayat (1) adalah
kejahatan.
|
(2)
|
Tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 27 ayat (2) adalah pelanggaran.
|
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
Pada saat mulai berlakunya
Undang-Undang ini, semua peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
perindustrian yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini tetap berlaku
selama belum ditetapkan penggantinya berdasarkan Undang-Undang ini.
|
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Pada saat mulai berlakunya
Undang-Undang ini, Bedrijfsreglementerings-ordonnantie 1934 (Staatsblad 1938
Nomor 86) dinyatakan tidak berlaku lagi bagi industri.
|
Pasal 31
Hal-hal yang belum cukup diatur
dalam Undang-Undang ini diatur dengan Peraturan Pemerintah.
|
Pasal 32
Undang-Undang ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia
|
Berdasarkan
pasal 3 UU RI No. 05 Tahun 1984, tujuan pembangunan industri adalah sebagai
berikut:
1.
Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata dengan
memanfaatkan dana, sumber daya alam, dan/atau hasil budidaya serta dengan
memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup;
2. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara bertahap, mengubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat, dan lebih seimbang sebagai upaya untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi pada umumnya, serta memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan industri pada khususnya;
2. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara bertahap, mengubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat, dan lebih seimbang sebagai upaya untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi pada umumnya, serta memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan industri pada khususnya;
3. Meningkatkan
kemampuan dan penguasaan serta mendorong terciptanya teknologi yang tepat guna
dan menumbuhkan kepercayaan terhadap kemampuan dunia usaha nasional;
4. Meningkatkan
keikutsertaan masyarakat dan kemampuan golongan ekonomi lemah, termasuk
pengrajin agar berperan secara aktif dalam pembangunan industri;
5. Memperluas dan memeratakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan peranan koperasi industri;
5. Memperluas dan memeratakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan peranan koperasi industri;
6. Meningkatkan
penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor hasil produksi nasional yang
bermutu, disamping penghematan devisa melalui pengutamaan pemakaian hasil
produksi dalam negeri, guna mengurangi ketergantungan kepada luar negeri;
7. Mengembangkan
pusat-pusat pertumbuhan industri yang menunjang pembangunan daerah dalam rangka
pewujudan Wawasan Nusantara;
8. Menunjang dan memperkuat stabilitas nasional yang dinamis dalam rangka memperkokoh ketahanan nasional
8. Menunjang dan memperkuat stabilitas nasional yang dinamis dalam rangka memperkokoh ketahanan nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar